Tuesday, 27 March 2012

EKONOMI SYARIAH DALAM PERUBAHAN PEREKONOMIAN GLOBAL


STRATEGI PENETRASI EKONOMI SYARIAH DALAM PERUBAHAN PEREKONOMIAN GLOBAL

Ekonomi syariah merupakan sitem ekonomi yang bertujuan menjalankan system ekonomi sesuai dengan islam. Dalam perkembangannya ekonomi syariah mulai pesat di Negara-negara islam dan Negara kapitalis.

3 pilar ekonomi syariah:
1.                  Ekonomi keuangan moneter non riba
2.                  Ekonomi keuangan public syariah
3.                  Perdagangan yang halal toyibah
Selain itu ekonomi syariah memiiki karakteristik diantaranya:
1.                  Anti maysir (judi)
2.                  Anti gharar (spekulasi)
3.                  Anti riba (bunga)
4.                  Anti bathil (hawa nafsu)
Berikut adalah landasan dalam ekonomi syariah:
1.                  Keadilan
2.                  Kejujuran
3.                  Keterbukaan
Penyebab perkembangan pesat ekonomi syariah di dunia:
1.                  Adanya aging population dan people migration
Banyaknya aging population atau orang lanjut usia di Negara barat menyebabkan kurangnya produktif suatu Negara sehingga banyak orang-orang muda muslim bermigrasi ke barat dan akhirnya mendirikan ekonomi syariah.
2.                  Melemahnya kapitalis di dunia
Kelemahan kapitalis antara lain:
a.                   Sistenmya terlalu dipaksakan.
b.                  Aturan spekulasi dalam investasi sehingga sewaktu gagal akan terjadi kerugian yang besar yang akhirnya hutang internasional menumpuk.
c.                   Terlalu mengejar untung, sehingga mengabaikan investasi sebelumnya.
d.                  Pendapatan Negara yang jauh lebih kecil dari hutang international.
3.                  Mengubah gaya investasi spekulasi dengan gaya investasi non spekulasi.
4.                  Kembalinya 5 negara islam besar di dunia antara lain Turkmenistan, Kazakstan, Azerbaijan, Uzbekistan, Kirginstan yang sangat berpengaruh dalam dunia internasional.
5.                  Ekonomi islam bersifat inklusif
Inklusif artinya system ekonomi islam tidak dipaksakan, pengaruhnya pun pelan-pelan dan hingga akhirnya dapat mempengaruhi masyarakat.
6.                  Menciutnya nilai aset lembaga-lembaga dunia secara drastic
Hal ini sangat menghawatirkan dan mengancam investasi-investasi Negara kapitalis di barat.
Indonesia sebagai acuan ekonomi syariah Negara-negara islam di dunia
Sebagai salah satu Negara yang berbasis ekonomi syariah, Indonesia pun di jadikan patokan untuk membangun ekonomi syariah di Negara islam di dunia. Penyebabnya antara lain:
a.                   Indonesia Negara besar dan merupakan salah satu Negara yang benar-benar tumbuh dan berkembang di dunia bersama China dan India.
b.                  Negara besar seperti Indonesia memiliki jati diri dan karakteristik yang kokoh.
c.                   Indonesia sebagai Negara Islam memiliki ulama-ulama sebagai pemikir dan pembantu perkembangan ekonomi syariah.
Actor-aktor yang petensial di balik perkembangan ekonomi syariah di dunia:
1.                  IDB bersama dengan presiden WB,ADB mengujungi Jeddah, sepakat membentuk Islamic finance joint.
2.                  Dukungan IDB dalam perkembangan lembaga keuangan islam di dunia.
3.                  Negara-negara OKI dan 3 negara islam (Indonesia, Saudi Arabia, dan Turki dalam G20
4.                  Pemikir-pemikir ekonomi islam dunia.
5.                  Politisi islam.
6.                  Diplomasi ekonomi islam.
7.                  Kekuatan ekonomi islam daerah.
8.                  Sasaran: stabilitas Negara-negara islam.
9.                  Indonesia merpakan Negara islam yang di perhitungkan di dunia ekonomi islam.
10.              Pengusaha-pengusaha muslim.

TERORISME DAN HUBUNGANNYA DENGAN IDEOLOGI PANCASILA




TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA

















Disusun Oleh :
1. Niken Lidya Cristianti (7101410111)
2. Endah Dwi Wijayanti (7101410127)
3. Dian Setyaningrum   (7101410109)
4. Ika Septiani          (7101410232)
5. Arum N.          (7101410188)


FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Kejadian ini merupakan isu global yang mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia, sehingga menjadi titik tolak persepsi untuk memerangi Terorisme sebagai musuh internasional. Pembunuhan massal tersebut telah mempersatukan dunia melawan Terorisme Internasional. Terlebih lagi dengan diikuti terjadinya Tragedi Bali I, tanggal 12 Oktober 2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan korban sipil terbesar di dunia, yaitu menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300 orang.
Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bom Bali I, merupakan kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Pancasila yang notabene dijadikan sebagai pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang bersifat majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Ideologi Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sebuah sejarah panjang, karakteristik dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan hidup dan patokan suatu individu di dalam berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesia harus ber-ketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya denganTuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi kesadaran manusia yang manusiawi. Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir (the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangihidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap dibiarkan hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan dan monopoli ideologi serta penafsiran tunggal. Hingga pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka terhadap pemikiran-pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia.Artinya Pancasila menjadi jimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit.

B.    Rumusan Masalah
Melihat kenyataan dan akibat yang ditimbulkan oleh terorisme, dapat diambil beberapa pokok permasalahan yang akan penulis coba bahas antara lain :
1.       Apakah yang dimaksud dengan terorisme, teroris dan latar belakangnya?
2.      Apakah maksud dan fungsi dengan Pancasila sebagai ideologi?
3.       Mengapa masih ada tindakan terorisme di Indonesia, padahal ada pancasila sebagai landasan ideologi bangsa?
4.      Bagaimana cara penyelesaian yang tepat untuk memberantas terorisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu terorisme, teroris dan latar belakang aksi terorisme.
2.  Untuk mengetahui pancasila sebagai ideologi beserta fungsinya.
3.  Untuk mengetahui mengapa aksi terorisme di Indonesia masih ada dengan Indonesia berideologi Pancasila.
4.  Untuk mengetahui cara penyelesaian yang tepat memberantas terorisme di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Terorisme
Terorisme secara kasar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan politik, dalam skala lebih kecil daripada perang. Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror ( under the terror ), berasal dari bahasa latin ”terrere”yang berarti gemetaran dan ”detererre” yang berarti takut.Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa teritorial atau kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi kekerasan terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya untuk istilah kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari sudut pandang yang diserang. Polarisasi tersebut terbentuk dikarenakan ada relativitas makna terorisme yang mana menurut Wiliam D Purdue ( 1989 ), the use word terorism is one method of delegitimation often use by side that has the military advantage.Sedangkan teroris merupakan individu yang secara personal terlibat dalam aksi terorisme. Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas sampai pada non komformis politik.
Aksi terorisme dapat dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai alternatif dari pernyataan perang secara terbuka. Negara yang mendukung kekerasan terhadap penduduk sipil menggunakn istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot. Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan negara, bagaimanapun lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ” teroris ” yang mana tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat dibenarkan melakukan kekerasan. Negara yang terlibat dalam peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil dan tidak diberi label sebagai teroris. Meski kemudian muncul istilah State Terorism, namun mayoritas membedakan antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan terorisme, hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak, tidak mengenal kompromi , korban bisa saja militer atau sipil , pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya miskin, siapapun dapat diserang.
Kebanyakan dari definisi terorisme yang ada menjelaskan empat macam kriteria, antara lain target, tujuan, motivasi dan legitmasi dari aksi terorisme tersebut. Pada Bulan November 2004 , Panel PBB mendifinisikan terorisme sebagai :
” Any action intended to cause death or serious bodily harm to civilians, non combatans, when the purpose of such act by is nature or context, is to intimidate a population or compel a government or international organization to do or to abstain from doing any act” Yang dalam terjemahan bebasnya adalah: segala aksi yang dilakukan untuk menyebabkan kematian atau kerusakan tubuh yag serius bagi para penduduk sipil, non kombatan dimana tujuan dari aksi tersebut berdasarkan konteksnya adalah untuk mengintimidasi suatu populasi atau memaksa pemerintah atau organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dapat dikatakan secara sederhana bahwa aksi-aksi terorisme dilatarbelakangi oleh motif – motif tertentu seperti motif perang suci, motif ekonomi, motif balas dendam dan motif-motif berdasarkan aliaran kepercayaan tertentu. Namun patut disadari bahwa terorisme bukan suatu ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Ia sekedar strategi , instrumen atau alat untuk mencapai tujuan . Dengan kata lain tidak ada terorisme untuk terorisme, kecuali mungkin karena motif-motif kegilaan (madness).

2. Pancasila sebagai Ideologi.
Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea dapat di artikan sebagai cita-cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Cita-cita ini pada hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang diyakini kebenarannya. Logos berarti ilmu. secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide ( the science of ideas), atau ajaran-ajaran tentang pengertian dasar.
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai berikut:
1)             Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
2)             Bahwa ideologi, di samping mengemukakan program juga menyertakan strategi guna merealisasikannya.
3)             Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat yang selanjutnya diarahkan pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4)             Bahwa yang bisa mengubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasyarakatan.

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti bahwa pancasila merupakan gagasan dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki konsep mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi pancasila. Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi pancasila adalah masyarakat yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bertsatu dalam suasana perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa pancasila bukan hanya sesuatu yang bersifat statais melandasi berdirinya negara Indonesia, akan tetapi Pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat tertentu yang diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk mewujudkannya.
Pancasila sebagai ideologi membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari realitas sosio budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu ideologi Pancasila membawakan kekhasan tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan itu adalah keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa konsekuensi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian juga penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kekhususan yang lain adalah bahwa ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Berikutnya adalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada prinsip demokrasi dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh mungkin melalui musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu keinginan untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama seluruh masyarakat Indonesia. Kalau setiap ideologi mendasarkan diri pada sistem filsafat tertentu yang berisi pandangan mengenai apa dan siapa manusia, kebebasan pribadi serta keselarasan hidup bermasyarakat; ideologi Pancasila mendasarkan diri pada sistem pemikiran filsafat Pancasila, yang di dalamnya juga mengandung pemikiran mendasar mengenai hal tersebut.

Pancasila sebagai ideologi memiliki fungsi sebagai berikut:
1.        Memberikan struktur kognitif keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian dalam alam sekitarnya.
2.        Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
3.        Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
4.        Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami dan menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma yang terkandung di dalamnya.

3. Hubungan antara Terorisme dan Ideologi Pancasila.
Keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil, apa sebabnya?
Keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik belum tentu memberikan dampak positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan hukum. Sebagus apapun produk hukum formal yang ada tidak akan ada artinya tanpa disertai penerapan yang baik. Ironisnya, Indonesia dipandang sebagai negara yang pandai membuat perangkat hukum namun masih lemah penerapannya. Hal ini jika dibiarkan akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
Mengapa terorisme masih tetap berlanjut di Indonesia, padahal Indonesia memiliki Pancasila sebagai ideologi? kehadiran terorisme seakan menggerus ideologi Pancasila yang selama ini dijadikan landasan hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Sumber pokok kesalahan tidak terletak pada Pancasila. Tak ada yang salah dengan Pancasila karena isi Pancasila tidak melenceng dari nilai-nilai yang ada. Kesalahan yang sesungguhnya terletak pada penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal itu terjadi karena banyaknya orang Indonesia tidak dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan benar. Terlebih para teroris, mereka adalah orang-orang yang tidak konsisten dalam melaksanakan isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami Pancasila namun tidak menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pertanyaan muncul dibenak kita: kenapa segelintir bangsa Indonesia menjadi “rusak” sehingga kehilangan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang pernah muncul dengan nama harum di dunia, antara lain sebagai pemersatu Negara-Negara dunia ke-tiga, penggagas Konfrensi Asia-Afrika, duta perdamaian dan banyak lagi contoh yang lain. Bahkan sekarang julukan yang tidak enak didengar mampir ditelinga kita, sebagai Negara sarang teroris. Terorisme di Indonesia muncul di saat yang sama dengan dekade, di mana bangsa ini melupakan Pancasila.  Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa penyelamat,  pemersatu, dan dasar Negara kita adalah Pancasila.
Bung Karno tegas-tegas berkata: “Bila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak melaksanakan dan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping” juga dinyatakan bahwa barang siapa, atau kelompok manapun yang hendak menentang atau membelokkan Pancasila, niscaya akan binasa. Tapi itulah yang terjadi sekarang. Pancasila hanya diucapkan dibibir saja. Diajarkan di sekolah-sekolah hanya sebagai suatu pengetahuan. Sebagai sebuah sejarah, bahwa dahulu Bung Karno pernah mendengung-dengungkan Pancasila sebagai dasar Negara. Para siswa hafal dengan urutan sila-sila dari Pancasila, tetapi tidak paham artinya, filosofinya, dan hakekat manfaatannya bagi kehidupan berbangsa dan bertanah air satu, NKRI.
Terorisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan: Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk memeluk agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, telah diracuni oleh pemikiran-pemikiran salah yang hanya mengistimewakan agama tertentu saja. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, berupa penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia diabaikan. Ideologi Pancasila yang sangat menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kini tercabik-cabik dan hancur ditarik ke sana kemari hanya demi kepentingan politik praktis.
Dan terakhir, Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia, tinggal slogan kosong karena adanya jurang pemisah yang amat dalam antara si-kaya dan si-miskin, yang menimbulkan kecemburuan sosial. Namun sebagai sebuah bangsa yang besar, kita wajib menyadari bahaya ini. Jika dibiarkan, tak ayal bangsa Indonesiaakan terpecah-pecah dan akhirnya musnah. Belum terlambat benar untuk berbenah. Kembali pada kekeramatan Pancasila. Selanjutnya, bagaimana cara menghapuskan terorisme dari bumi Indonesia? Hal ini nampaknya sulit untuk dilakukan karenamasyarakat Indonesia belum satu hati menyikapi terorisme. Masih ada sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu yang justru membela dan melindungi terorisme dengan opini-opini yang menyesatkan dan merugikan bangsa. Padahal, semua negara di belahan bumi mana pun sudah mendeklarasikan bahwa terorisme adalah musuh bersama.
Dari aspek kualitas ancaman, terorisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai dari jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta bangunan ideologi bangsa kita. Mereka bekerja sangat rahasia dan radikal, dengan menolak sebagian besar premis yang melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat. Bahkan pemerintah pun dianggap sebagai pemasung rakyat. Karena itu terorisme digolongkan ke dalam jenis kejahatan luar biasa.

4. Cara Penyelesaian yang Tepat untuk Memberantas Terorisme
Berikut ini penulis mencoba memberikan gambaran umum tentang penyelesaian yang tepat untuk memberantas terorisme diIndonesia:
a.   Revitalisasi Pancasila
Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling bertolak belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk menyatukan bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak masyarakat Indonesia. Penerapan pancasila secara tepat dan bertanggungjawab harus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Dengan demikian ancaman dari luar maupun dari dalam negeri bisa dibendung, diatasi bersama dengan persatuan dan kesatuan Indonesia untuk kepentingan bersama. Dalam terorisme, membela ideologi adalah lebih utama daripada membela faktor kepentingan. Dengan mengutamakan ideologi bangsa, seseorang bisa dengan rela melakukan bunuh diri, jika hanya mengandalkan faktor kepentingan, maka hal itu sangat tidak mungkin terjadi. Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian, ideologi Pancasila dapat menjadi tameng untu melawan terorisme. Jika tidak, maka terorisme itu akan selalu ada. Seluruh elemen masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan karena bentuk terorisme juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi, sehingga akan semakin mematikan. Semula, senjata yang digunakan adalah pistol, tetapi kemudian berkembang menjadi bom dan tidak menutup kemungkinan akan menggunakan nuklir apabila semuanya sudah serba nuklir.
Terorisme juga akan memiliki bentuk-bentuk lain yang lebih canggih dan berbahaya seperti eco-terorism (terorisme terhadap lingkungan), bio-terorism, dan juga cyber-terorism. Operasional teroris juga sudah menggunakan teknologi informasi, jika tidak ada informan yang paham mengenai teknologi informasi, maka yang jelas aparat akan tertinggal. Selain revitalisasi juga diperlukan reaktualisasi dan rejuvenasi nilai-nilai Pancasila karena fenomena terorisme yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh ketidakfahaman seseorang atas nilai-nilai kebenaran. Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, segala hal yang tidak sesuai dan berlawanan dengan Pancasila, termasuk terorisme, dapat dicegah dan dimusnahkan.
b.    Pendekatan Sosio-Kultural sebagai alternatif penyelesaian.
Memerangi terorisme tidaklah cukup dan tidak akan pernah berhasil hanya dengan menindak pelaku teror dan peledakan bom dengan kekerasan. Kita melihat bagaimana Amerika Serikat dan sekutunya dalam menjalankan kampanye ”Perang Terhadap Terorisme”. Justru kampanye tersebut telah menimbulkan masalah tersendiri yang telah memakan korban warga negara mereka itu sendiri dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menindak para pelaku terror Para pelaku teror tersebut akan terus meningkatkan perlawanannya seiring semakin hebatnya USA dan sekutunya untuk memerangi pelaku teroris.
Fakta telah menunjukkan bahwa membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan memenjarakan para pemimpin organisasi teroris tidak mampu menghentikan tindakan terorisme dalam waktu lama. Seperti yang terjadi di Indonesia sendiri, evakuasi terhadap pelaku bom Balidengan cara penembakan secara membabi buta, dikecam oleh barbagai pihak dan dianggap sebagai hukuman yang tidak manusiawi. Bahkan, para keluarga dan kerabat jelas-jelas memprotes prosesi tersebut. Dikhawatirkan dari pihak tertentu akan timbul dendam untuk membalas dan memunculkan suatu tindakan terorisme baru yang mungkin lebih parah dari yang sebelumnya. Di Indonesia, munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang salah dalam sistem sosial, politik dan ekonomi. Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal disebabkan mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Keterasingan tersebut yang pada umumnya bersifat struktural yang termanifestasi dalam kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang. Hal ini akan mengakibatkan perasaaan tidak puas dan benci pada pemerintah dan kelompok masyarakat tertentu seperti orang kaya, penguasa dan orang asing yang dianggap telah melangkahi kepentingan mereka. Namun upaya untuk mengatasi rasa keterasingan tersebut secara normal mengalami hambatan karena tidak ada ruang bagi mereka untuk berpartisipasi dan menyalurkan harapan serta kepentingan mereka sehingga timbullah aksi radikal seperti terorisme.
Amatlah penting untuk menerapkan cara-cara lain yang lebih persuasif dan akomodatif terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan terorisme Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan berbagai kelompok yang merasa termarginalisasi atau dirugikan dengan berbagai kebijakan yang telah diterapkan selama ini. Termasuk kemungkinan penerapan tindakan yang bersifat dan mengandung unsur konsesi dan rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat serta unsur-unsur dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga memperkecil pilihan penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Selain itu pula dalam rangka mengeliminir perekrutan pelaku terorisme pemerintah dapat bersinergi dengan para tokoh setiap agama yang ada di Indonesia untuk melepaskan label atau stigma dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang dicurigai sebagai pelaku terorisme. Sehingga perlunya lebih merekatkan kerjasama di dalam kelompok masyarakat Indonesia dan menjalin komunikasi untuk menyamakan persamaan pandangan dari dalam seluruh kelompok masyarakat bahwa terorisme bukanlah nilai/ajaran suatu kelompok tertentu.







BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan dan Saran
Terorisme timbul dengan dilatar belakangi berbagai sebab dan motif. Namun patut kita sadari bahwa terorisme bukan merupakan ideologi atau nilai-nilai tertentu dalam ajaran agama. Terorisme merupakan strategi, instrumen, dan atau alat mencapai tujuan. Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Hal itu dikarenakan kurangnya penerapan nilai-nilai dalam Pancasila. Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur serta identitas bangsa Indonesia, termasuk menjadi filter terhadap terorisme.
Wewenang yang terlalu luas bagi aparat untuk memberantas terorisme tanpa disertai tanggungjawab dalam pelaksanaannya akan mengakibatkan suatu terorisme baru yang dilakukan terhadap negara terhadap warga negaranya atau State Terorism. Hal inilah yang ditakutkan oleh para ahli hukum pidana. Untuk itu pemerintah perlu memikirkan pendekatan yang tidak legalis represif terhadap terorisme salah satunya antara lain memikirkan kemungkinan rekonsialisasi dan terbukanya komunikasi intensif antara pemerintah-masyarakat dan unsur-unsur di dalam masyarakat itu sendiri. Patut disadari bahwa terorisme merupakan rangkaian tindakan yang kompleks, maka pada dasarnya pengaturan anti terorisme tidak akan memadai jika hanya dilakukan dalam satu undang-undang. Selain itu sudah sepatutnya aparat penegak hukum mengefektifkan ketentuan hukum yang sudah ada dan terpancar dalam berbagai undang-undang, dengan cara mengintegrasikan kedalam kerangka hukum yang komprehensif.

2. Penutup
Demikian Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna maka penulis meminta koreksi dan kritik yang membangun dari para dosen dan pembaca demi lebih baiknya makalah ini di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Terorisme
2. Sugito, A.T. dkk. 2008. Pendidikan Pancasila. Semarang: UNNES Press.
3. www.kompas.com

Monday, 26 March 2012

HAKIKAT PEMBELAJARAN

BAB II
PEMBAHASAN
HAKIKAT PEMBELAJARAN
A.    Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti.  Sedangkan pengajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik dibatasi pada aspek intelektual dan keterampilan. Pada perkembangan  pendidikan di Indonesia, kita mengenal paedagogik, didaktik dan metodik yang memuat prinsip-prinsip, kaidah-kaidah, yang mengikat pendidik dalam member bantuan secara normative maupun teknis kepada anak didik.
Istilah pengajaran artinya menimbulkan belajar dan dapat diartikan juga instruction. Instruction adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi pembelajar sedemikian rupa sehingga pembelajar tersebut memperoleh kemudahan (Briggs, 1992).  Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat peristiwa sehingga terjadi proses belajar. Dengan demikian pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang tidak berbeda, perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran ataupun pembelajaran, dan pengajaran merupakan bagian dari pembelajaran.

B.      Hubugan Teori belajar dan Pembelajaran 
Teori belajar adalah konsep-konsep dan prinsip-prinsip-prinsip  belajar yang bersifat teoritis dan telah teruji kebenarannya melalui eksperimen. Teori belajar berfungsi menjelaskan apa, mengapa dan bagaimana proses belajar terjadi pada pembelajar.
Teori pembelajaran merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran. Teori pembelajaran akan menjelaskan bagaimana menimbulkan pengalaman belajar dan bagaimana pula menilai dan memperbaiki metode dan teknik yang tepat. Teori pembelajaran yang demikian itu memungkinkan pendidik untuk :
1.      Mengusahakan lingkungan yang optimal untuk belajar
2.      Menyusun bahan ajar
3.      Memilih strategi mengajar yang optimal dan apa alasannya
4.      Membedakan antara alat Audio Visual Aid (AVA) yang sifatnya pilihan dan AVA lain yang sifatnya esensial untuk membelajarkan para peserta didik. (Davies, 1986:22)

C.    Pengertian Pembelajaran
Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Dalam pembelajaran, pendidik harus benar-benar mampu menarik perhatian peserta didik agar mampu mencurahkan seluruh energinya sehingga dapat melakukan aktivitas belajar secara optimal dan memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan.
Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Briggs, 1992)
Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan belajar, pendidik hendaknya benar-benar menguasai cara-cara merancang belajar agar peserta didik mampu belajar secara optimal.
Beberapa teori belajar mendiskripsikan pembelajaran sebagai berikut :
1.      Usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku peserta didik.
2.      Cara pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari.
3.      Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.  
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik, atau antar peserta didik. Proses komunikasi dilakukan secara verbal (lisan) dan dapat pula secara nonverbal , seperti penggunaan computer dalam pembelajaran. Esensi pembelajaran adalah ditandai oleh serangkaian kegiatan komunikasi.
Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni seperti mengkaji buku, melakukan kegiatan dilaboratorium atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula dilakukan secara berkelompok seperti halnya proses pembelajaran di kelas. Keuntungan dari pembelajaran mandiri adalah bahwa peserta didik pada akhirnya mampu menggunakan keterampilan dan strategi pengelolaan belajar mandiri.

D.    Ciri- Ciri Pembelajaran
Ada tiga ciri khas yang terkandung di dalam sistem pembelajaran, ialah:
1.    Rencana, ialah penataan ketenagaan , material, dan prosedur, yang merupakan unsur- unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2.    Kesalingtergantungan, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan . Tiap unsur bersifat esensial, dan masing- masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3.    Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran supaya siswa belajar.


E.     Pendekatan Sistem Pembelajaran
Secara tradisional, proses pembelajaran melibatkan pendidik, peserta didik dan buku ajar (textbooks). Pembelajaran dapat ditafsirkan sebagai penyampaian isi pelajaran ke dalam otak peserta didik dengan cara tertentu dan mereka akan melacak kembali informasi yang telah diterima pada waktu menghadapi ujian. Dengan model ini, cara memperbaiki  pembelajaran adalah memperbaiki kemampuan pendidik dengan cara pendidik mempelajari banyak pengetahuan dan metode penyampaian isi pelajaran kepada peserta didik.
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem. Tujuan sistem adalah menghasilkan belajar, atau memberikan sarana penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen sistem itu adalah pendidik, peserta didik, materi pembelajaran, dan lingkungan belajar.
Hasil penggunaan pandangan sistem dalam  pembelajaran adalah memandang pentingnya peranan komponen-komponen di dalam proses pembelajaran. Komponen-komponen itu harus berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
F.     Komponen-komponen Pembelajaran
1.      Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan pembelajaran adalah instructional effect biasanya berupa pengetahuan, dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara.
TPK dirumuskan akan mempermudah dalam menentukan kegiatan pembelajaran yang tepat.  Setelah peserta didik melakukan proses belajar,-mengajar, selain memperoleh hasil belajar, mereka akan memperoleh dampak pengiring berupa pengetahuan, tenggang rasa, kecermatan dalam berbahasa dan sebagainya.

2.      Subjek belajar
Subjek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek.  Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar. Partisipasi aktif subyek belajar dari pihak peserta didik berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Maka, diperlukan perencanaan pembelajaran yang efektif tentang diagnosis kesulitan belajar dan analisis tugas.

3.      Materi pelajaran.
Materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran yang komprehensif, terorganisir secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.
Materi dalam sistem pembelajaran berada dalam Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan buku sumber. Maka, pendidik hendaknya dapat memilih dan mengorganisasikan materi pelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung intensif.

4.      Strategi pembelajaran
Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model pembelajaran yang tepat, metode mengajar yang sesuai dan teknik-teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat, pendidik mempertimbangkan akan tujuan, karakteristik peserta didik, materi pelajaran dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi maksimal.
5.      Media pembelajaran
Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.
Metode digunakan dalam kegiatan instruksional antara lain karena : (1) media dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi dapat dilihat dengan jelas, (2) dapat menyajikan benda yang jauh dari subyek belajar, (3) menyajikan peristiwa yang komplek, rumit dan berlangsung cepat menjadi sistematik dan sederhana, sehingga mudah diikuti (Suparman, 1995)

6.      Penunjang 
Komponen penunjang adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran dan semacamnya. Komponen belajar berfungsi memperlancar, melengkapi dan mempermudah terjadinya proses pembelajaran.

G.    Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Apabila pembelajaran itu ditinjau dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, tingkah laku, dan prinsip pengajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada prosedur yang telah terbukti berhasil secara konsisten (Sukamto, 1995)
1.      Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik (Hartley & Davies, 1978)
Pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik apabila :
a.       Peserta didik dapat berpartisipasi dengan aktif
b.      Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis
c.       Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan.
2.      Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif
Railley dan Lewis (1983) menjelaskan delapan prinsip pembelajaran yang digali dari teori kognitif Bruner dan Ausuble yaitu bahwa pembelajaran akan lebih bermakna apabila :
a.       Menekankan akan makna dan pemahaman
b.      Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan, tetapi perlu disertai proses transfer secara lebih luas.
c.       Menekankan adanya pola hubungan, seperti bahan dan arti, atau bahan yang telah diketahui dengan struktur kognitif.
d.      Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e.       Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f.       Obyek pemblajaran seprti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris.
g.      Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi
h.      Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna 

3.      Prinsip pembelajaran dari teori humanisme
Menurut teori humanistik, belajar adalah bertujuan memanusiakan manusia.

4.      Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan.
Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
a.       Prinsip pengaturan kegiatan kognitif
Cara mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur pikir dan sistematik proses belajar itu sendiri.
b.      Prinsip pengaturan kegiatan afektif
Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan mengaplikasikan tiga pengaturan kegiatan afektif.
 Faktor conditioning yaitu perilaku pendidik yang berpengaruh terhadap rasa senang atau rasa benci peserta didik terhadap pendidik.  Faktor behavior modification pemberian penguatan seketika. Faktor human model yaitu contoh berupa orang yang dikagumi dan dipercaya para peserta didik. Dalam mengaplikasikan  prinsip tersebut hendaknya dikaitkan dengan fase belajar sikap. Yaitu fase motivasi, konsentrasi, pengolahan dan balikan.
c.       Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik.
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor latihan, penguasaan prosedur gerak-gerik, dan prosedur koordinasi anggota badan. Untuk itu diperlukan pembelajaran fase kognitif.  

5.      Prinsip pembelajaran konstruktivisme   
Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif peserta didik dalam mengkontruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dalam proses belajar tersebut terjadi proses asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari.
Prinsip yang nampak dalam pembelajaran konstruktivisme ialah :
a.       Pertanyaan dan kostruksi jawaban peserta didik adalah penting.
b.      Berlandaskan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para peserta didik.
c.       Pendidik lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi peserta didik dalam proses belajar-mengajar.
d.      Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik agar mereka benar-benar terlibat dan bertanggung jawab (konstraksi pembelajaran)
e.       Strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif, belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.

6.      Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar.
Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur dari bagaimana partisipasi peserta didik dalam proses belajar-mengajar dan seberapa hasil yang dicapai. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut ahli-ahli didaktik mengarahkan perhatian kepada tingkah laku pendidik sebagai organistor proses belajar-mengajar. Maka timbullah azas-azas mengajar, yaitu suatu kaidah bagi pendidik-pendidik dalam bertingkah laku mengajar agar lebih berhasil. Azas-azas mengajar itu bermacam-macam, diantaranya Mandigers dari Belanda  dan Mursell dari Amerika Serikat.

a.    Mandigers
Prinsip-prinsip mengajar ini lebih dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut  Mandigers, agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, pendidik harus memperhatikan :
1)        Prinsip aktivitas mental
2)        Prinsip menarik perhatian
3)        Prinsip penyesuaian perkembangan murid
4)        Prinsip peragaan
5)        Prinsip aktivitas motorik. Selain hal tersebut, ahli pendidikan lain menambahkan prinsip korelasi dan lingkungan
6)        Prinsip aktifitas mental
Belajar hendaknya menimbulkan aktivitas mental. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
7)        Prinsip menarik perhatian
Apabila dalam belajar mengajar peserta didik penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan lebih meningkat dan tidak cepat lupa.  
8)        Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan subyek belajar.
9)        Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa dalam mengajar pendidik hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui sehingga bahan pelajaran mudah diserap. Prinsip ini biasanya dilaksanakan pada pendahuluan pelajaran/pembukaan.
10)    Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga agar proses belajar tidak verbalitas. Proses pembelajaran dengan alat peraga akan menghasilkan hasil belajar lebih jelas dan tidak lekas lupa. 
11)    Prinsip aktivitas motivasi
Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Makin kuat motivasi seseorang dalam belajar makin optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik dapat melakukan :
a)        Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak
b)        Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak
c)        Memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
Belajar yang berhasil adalah bila anak dalam melakukan belajar belajar berlangsung secara inrensip dan optimal, sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanen.
Proses belajar yang demikian itu akan terwujud bila ada dukungan dari situasi peserta didik, dimana prinsip peragaan, apperseps, korelasi, dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
b.    Marsell
Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang sukses, perlu memperhatikan prinsip-prinsip belajar berikut :
1)      Prinsip konteks
Caranya dengan mengkaitkan materi bahan pelajaran dengan konteksnya dalam arti hubungan sesama konsep, hubungan konsep dengan fakta, konsep dengan guna/fungsi. Dengan prinsip ini peserta didik akan tahu konteks tiap bahan yang dipelajari.
2)      Prinsip focus
Caranya pendidik dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu perlu ada materi pokok bahasan sebagai pusat pembahasan. Dalam prakteknya kedua prinsip tersebut hendaknya dilaksanakan secara seimbang sehingga saling melengkapi, karena kedua prinsip tersebut merupakan criteria mengajar yang efektif.
3)      Prinsip sekuens
Mengajar dengan prinsip sekuens adalah bahwa materi pengajaran hendaknya disusun secara urut sistematis dan logis sehingga mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri hendaknya memberikan kemudahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Untuk memenuhi prinsip tersebut pendidik perlu mengidentifikasi kegiatan mana yang lebih dahulu dan mana yang kemudian.  Penyusunan urutan kegiatan tersebut harus memenuhi syarat sistematis dan logis.
4)      Prinsip Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi berfungsi mempertinggi efektivitas belajar. Karena dapat mendorong peserta didik belajar dan memungkinkan pendidik untuk memperbaiki cara mengajarnya.
5)      Prinsip individualistis
Melaksanakan prinsip individualisasi diwujudkan dalam bentuk pendidik dalam mengajar memperhatikan adanya perbedaan individu para peserta didik. Perbedaan individu tersebut berimplikasi dalam pemberian pelayanan belajar, seperti bimbingan belajar, tugas-tugas dan sebagainya.
6)      Prinsip Sosialisasi
Prinsip sosialisasi menekankan pendidik dalam mengajar hendakya dapat menciptakan suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antar peserta didik dalam mengatasi masalah belajar. Cara tersebut akan memperoleh keuntungan :
a)      Dapat membina dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi
b)      Pengetahuan anak akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan terjadi saling menerima dan memberi.

BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.    Pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang tidak berbeda, perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran ataupun pembelajaran, dan pengajaran merupakan bagian dari pembelajaran.
2.    Teori pembelajaran merupakan implementasi prinsip-prinsip teori belajar, dan berfungsi untuk memecahkan masalah praktis dalam pembelajaran.
3.    Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur, yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujua pembelajaran.
4.    Suatu sistem pembelajaran mempunyai tiga ciri utama, ialah memiliki rencana khusus, kesalingterantungan antara unsur- unsurnya, dan tujuan yang hendak dicapai.
5.    Unsur minimal dalam sistem pembelajaran adalah siswa, tujuan dan prosedur. Sedangkan fungsi guru dapat dialihkan kepada media penggganti.
6.    Komponen-komponen dalam pembelajaran terdiri dari tujuan, subyek belajar, meteri pembelajaran, strategi pembelajaran, media pembelajaran, serta penunjang.
7.     
B.     Saran










DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Rifa’i, Achmad dan Anni, Chatarina Tri. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semaran Press