Artikel SURVEI PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA DI WARNET



Judul
“SURVEI PERILAKU SEKS BEBAS REMAJA DI WARNET”
Penulis
Arum Novitasari1, Rossi Yunieka2, Lia Novita Sari3, Meinar Tiara4
Jurusan Pendidikan Ekonomi Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang 50229 Telp +(024)8508015

Abstrak
     Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku seks bebas yang dilakukan remaja di warnet. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif persentase dengan instrumen berupa kuesioner. Jumlah  sampel yang digunakan sebanyak 398 remaja. Adapun remaja yang menjadi sampel terdiri dari 201 remaja usia 13-15 tahun dan 197 remaja 16-18 tahun dan tinggal di Kabupaten Kudus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 201 remaja usia 13-15 tahun di Kabupaten Kudus, 79 remaja (39,3%) diantaranya pernah berpegangan tangan di warnet, 57 remaja (28,4%) diantaranya pernah berpelukan di warnet, 52 remaja (25,9%) yang mengaku pernah melakukan perilaku ciuman di warnet dan 50 remaja (24,9%) yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet. Sedangkan dari 197 remaja usia 16-18 tahun di Kabupaten Kudus, 102 remaja (51,8%) diantaranya pernah berpegangan tangan di warnet, 59 remaja (29,9%) diantaranya pernah berpelukan di warnet, 58 remaja (24,4%) yang mengaku pernah melakukan perilaku ciuman di warnet dan 65 remaja (33%) yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet Kabupaten Kudus, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku berpegangan merupakan perilaku yang paling banyak dilakukan oleh remaja baik usia 13- 15 tahun maupun usia 16-18 tahun. Partisipasi dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk menghindari kegiatan seksual di dalam warnet.

Kata kunci: perilaku seksual; remaja; warnet

Abstract
     This study aims to describe the sex behavior by adolescents in the cybercafe. This research used descriptive method. The samples used as 398 teens. The teenager who became the sample consisted of 201 adolescents aged 13-15 years and 197 adolescents 16-18 years and living in Kudus Regency. The results showed that of 201 adolescents aged 13-15 years in Kudus Regency, 79 adolescents (39.3%) of them ever hold hands in the cybercafe, 57 adolescents (28.4%) had ever hugged in cybercafe, 52 adolescents (25, 9%) who admitted to having kissing in the cafe and 50 adolescents (24.9%) who never touched sensitive parts of the body teen in the cybercafe.  197 adolescents aged 16-18 years in Kudus Regency, 102 adolescents (51.8%) of them ever hold hands in the cybercafe, 59 adolescents (29.9%) had ever hugged in cybercafe, 58 adolescents (24.4%) who claimed to have had in the cafe and kissing behavior of 65 adolescents (33%) who never touched sensitive parts the body in the cybercafe, it can be conclude that the holding behavior is the behavior most often committed by both adolescents aged 13-15 years and 16-18 years of age. Participation of various stakeholders to avoid sex behavior in cybercafe.

Keywords: adolescent; cybercafe; sexual behavior

Pendahuluan
Sarwono (2010: 174) perilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk- bentuk tingkah laku ini biasanya bermacam- macam, mulai dari perasaaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Sedangkan menurut penelitian BKKBN (dalam Ringasan Riset Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar di Indonesia, 2005) menunjukkan bahwa perilaku seksual dengan pasangannya mulai tahap berciuman baik kening, pipi, maupun bibir. Santrock (2003:401) perilaku seksual biasanya diawali dengan saling memandang, kemudian berpelukan, diikuti ciuman di bibir (kissing). Selanjutnya meningkatan cumbuan di daerah leher dan dada (necking), meraba payudara lalu cumbuan di daerah genital/ alat kelamin (petting), hubungan menggunakan organ oral (mulut dan lidah) dengan alat kelamin pasangannya (oral sex) dan diakhiri dengan melakukan hubungan intim (sexual intercourse).
Warung Internet atau yang sering disingkat dengan warnet banyak digunakan untuk mengakses data dan informasi. Di negara-negara atau daerah-daerah maju yang akses internetnya sudah ada pada hampir setiap rumah, warnet jarang didapatkan dan mahal tarifnya. Di daerah perkotaan (urban) sebuah warnet memiliki nama-nama umum panggilan lain seperti; Net Cafe, Cyber Cafe, atau pusat permainan dalam jaringan dimana sambungan internetnya dikhususkan untuk melakukan permainan komputer dalam jaringan. Di daerah atau pinggir kota umumnya lebih dikenal sebagai telecenter. Di Indonesia sekarang pemakai layanan akses internet tidak hanya dapat dinikmati oleh kalangan atas saja, tetapi dapat dinikmati pengguna internet di semua kalangan. Warnet sekarang tidak hanya digunakan untuk mencari informasi dari penyedia layanan data, tetapi dewasa ini warnet memiliki telah menjadi candu bagi remaja. Warnet di Indonesia sendiri didesain berbentuk bilik-bilik pribadi yang tertutup. Desain warnet tersebut ternyata memberi dampak negatif. Diantaranya bagi kalangan remaja yang menggunakan fasilitas tersebut untuk mengakses hal- hal yang negatif, contohnya web- web untuk dewasa, selain itu adanya masa perkembangan dimana remaja pada fase pubertas yang ingin tahu tentang segala hal. Selanjutnya keinginan itu berorientasi untuk mencoba apa yang dilihat dari situs- situs dewasa internet sehingga cenderung lebih mudah jika remaja melakukan seks bebas di dalam warnet. Selain itu kami pernah membaca tentang penelitian yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tentang seks dikalangan remaja. Hal ini mendorong kami untuk melakukan penelitian terhadap usia antara 15 tahun- 17 tahun atau usia- usia remaja anak SMP dan SMA. Oleh karena latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menggunakan judul “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja Di Warnet”. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini difokuskan pada apa saja perilaku seks bebas yang dilakukan remaja di warnet? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja perilaku seks bebas yang dilakukan remaja di warnet. Sehingga dapat ditemukan berbagai treatment, formula serta langkah antisipatif keluarga dan masyarakat untuk merespon perubahan yang sangat cepat ini.

Metode Penelitian
Dalam Sugiyono (2011:92) instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Instrumen penelitian ini terdiri dari 14 pertanyaan pengetahuan seks dan 7 pertanyaan Eksploration, 5 pertanyaan Masturbation, 8 pertanyaan Heteroseksual, dan 6 pertanyaan Aggressive Sex. Pertanyaan tersebut disusun berdasarkan Hurlock (2004), Sarwono (2010) dan Santrock (2003).
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini akan dapat jawaban yang tegas yaitu “ya-tidak” Sugiyono (2011:96) skala Guttman dalam penelitian ini dibuat dalam dua bentuk, yaitu pilihan ganda dan checklist.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif presentase. Jenis penelitian deskriptif dalam penelitian ini adalah penelitian survei dengan menggunakan cross sectional survey, dimana penelitian dilakukan pada satu waktu tertentu. Validitas dan reliabilitas dengan metode “split-half” (masih dengan satu tes), suatu tes dibagi menjadi dua bagian yang sama tingkat kesukarannya, sama isi dan bentuknya. Kemudian dilihat skor masing- masing bagian peruhan tes tersebut dan dicari korelasinya. Ukuran sample menggunakan rumus Slovin dan didapat sampel sebanyak 398 remaja, terdiri atas 201 (usia 13-15 th) dan 197 (usia 16-18 th) dengan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah responden diminta untuk mengisi kuesioner.




Hasil dan Pembahasan Penelitian
Dalam perkembangan remaja, seks tidak dapat dipisahkan dan akan selalu ada di dalamnya. Hal ini dikarenakan saat usia remaja merupakan salah satu masa ingin tahu yang begitu besar. Sesuai dengan masanya, remaja mulai tertarik dan memiliki hubungan heteroseksual dengan pasangannya. Faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas di kalangan remaja, diantaranya, yaitu: 1) perubahan hormon seksual pada remaja, 2)norma agama yang melarang seks sebelum menikah tapi bagi remaja yang tidak dapat menahan hawa nafsu akan cenderung melanggar norma, 3) Semakin canggihnya teknologi informasi (internet) menyebabkan penyebaran informasi secara cepat dan mudah, baik informasi yang bersifat positif dan negatif (Sarwono:2004) Banyak hal yang dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan perilaku seksual namun sebagai manusia yang beragama dan tinggal dalam kehidupan bermasyarakat, kita perlu memperhatikan bagaimana tuntunan dan nilai-nilai agama serta pranata sosial yang ada di sekelilingnya. Terutama yang erat hubungannya dengan penyaluran dan pengendalian dorongan seks yang sedang melanda diri remaja. Tanpa memperhatikan hal tersebut berarti remaja tersebut telah mengabaikan tuntutan nilai dan moral yang terdapat dalam lingkungannya. Keadaan ini merupakan suatu hal yang sangat tercela bagi masyarakat yang sehat dan masih memegang teguh nilai-nilai luhur. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dilakukan remaja untuk mengendalikan dorongan seksnya, diantaranya seperti : a) Menjauhkan diri dari semua yang dapat merangsang  seks secara tidak alami, b) Menyiapkan program-program untuk mengisi waktu luang, c) Membimbing dan menguatkan keinginan, d) Tindakan preventif secara total, e) Dukungan iman.



Gambar 1: Gambaran perilaku seksual usia 13-15 tahun hasil penelitian “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja di Warnet”



Gambar 2: Gambaran perilaku seksual usia 16-18 tahun hasil penelitian “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja di Warnet”

Sebagaimana internet mempengaruhi perilaku seksual remaja di Kabupaten Kudus, dimana warnet menjadi salah satu tempat dalam mengakses informasi sekarang ini digunakan remaja lokasi untuk melakukan perilaku seks bebas. Selain itu Suwarjo (2011) menilai warung internet (Warnet) sebagai pemicu remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah. Kerawanan utamanya terjadi pada warnet yang menyediakan tempat tertutup pada konsumennya. Dunia seks bebas yang dulu hanya diidentikkan di kamar- kamar hotel, vila, losmen, diskotik, dan ikon- ikon dunia para orang berduit kini merambah ruang- ruang bebas dan tempat umum.  Fasilitas ruangan ber-AC, webcam, headset dengan musik MP3, film, kursi sofa, dan ruangan bilik yang privasi menjadi dambaan konsumen. Kini Warnet dijadikan tempat mesum karena terlalu privasinya ruang atau bilik warnet. Para konsumen dapat dengan bebasnya melakukan aktivitas apa saja di dalam bilik itu. Hal ini ditunjukkan dari Gambar 1: Gambaran perilaku seksual usia 13-15 tahun hasil penelitian “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja di Warnet”, sebanyak 32,3% remaja usia 13- 15 tahun dan Gambar 2: Gambaran perilaku seksual usia 13-15 tahun hasil penelitian “Survei Perilaku Seks Bebas Remaja di Warnet”,  36% remaja usia 16-18 tahun di Kab. Kudus pernah mengakses gambar porno. Selain itu pada tahun 2009 Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar negara yang paling banyak mengakses situs porno. Ini menunjukkan bahwa warnet menjadi salah satu tempat remaja dalam mengeksplorasi dirinya terhadap seks bebas.
Menurut Hurlock (2004) beberapa aspek perilaku seksual, antara lain: 1) Eksplorasi, adalah perilaku seksual yang di dahului keingintahuan, kemudian dilanjutkan pada eksplorasi seksual. Hal ini dapat berupa aktifitas maupun manipulatif. 2) Masturbasi, adalah perilaku seksual yang bertujuan untuk merangsang diri sendiri. Hal ini biasa dilakukan sendiri maupun dilakukan bersama-sama pasangan. Hal ini mengacu pada aktivitas masturbasi dengan cara merangsang bagian- bagian sensitive pada tubuh. 3) Heteroseksual, yaitu perilaku seksual yang dilakukan dengan lawan jenis. Perilaku seksual tersebut berupa berpegangan tangan, berpelukan (necking), berciuman (kissing), meraba daerah sensitif, bercumbu (petting), oral seks, sexual intercouse (bersenggama). Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku seksual yang paling banyak dilakukan remaja di warnet adalah berpegangan tangan. Berpegangan tangan tampaknya telah dianggap hal yang wajar dilakukan dalam proses interaksi heteroseksual, sehingga ditunjukkan Gambar 1: 39,3% remaja usia 13-15 tahun dan Gambar 2: 51,8% remaja usia 16-18 tahun remaja melakukannya. Diagram gambaran perilaku seksual memperlihatkan gambaran remaja melakukan perilaku berpegangan tangan  remaja di warnet. Tingginya angka remaja dalam melakukan perilaku tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya berpegangan merupakan ekspresi perasaan sayang yang dapat  menimbulkan perasaan aman dan nyaman (Hurlock, 2004).
Perilaku berpelukan  juga termasuk dalam perilaku yang banyak dilakukan oleh remaja di warnet yang menjalin relasi heteroseksual, yaitu 57 remaja (28,4%) usia 13-15 tahun (Gambar 1) dan 59 remaja (29,9%) usia 16-18 tahun (Gambar 2)  diantaranya pernah berpelukan di warnet. Angka ini menunjukkan remaja melakukan perilaku tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya berpelukan dapat menimbulkan perasaan aman, nyaman, dan tenang. (Hurlock, 2004). Selain itu dapat dilihat bahwa kecenderungan remaja usia 16-18 tahun dalam perilaku ciuman memiliki kecenderungan yang hampir sama dibandingkan remaja usia 13-15 tahun. Tabel perilaku seks di atas menunjukkan Gambar 1 bahwa dari 197 (100%) remaja  di Kabupaten Kudus hanya 58 remaja yang mengaku pernah melakukan perilaku ciuman di warnet. Sedangkan diketahui Gambar 2 bahwa dari 201 (100%) remaja  usia 13- 15 tahun di Kabupaten Kudus hanya 52 remaja yang mengaku pernah melakukan perilaku ciuman di warnet. Area ciuman yang dilakukan remaja di Kabupaten Kudus mulai dari zona erotis, kening, pipi, leher, bibir hingga alat kelamin. (BKKBN (dalam Ringasan Riset Studi Mengenai Perilaku Seksual Kawula Muda di Empat Kota Besar di Indonesia, 2005).
Selain perilaku ciuman, remaja di Kabupaten Kudus juga melakukan perilaku seks yang diwujudkan dengan melakukan perabaan di bagian tubuh yang sensitif. Sampel 201 remaja usia 13- 15 tahun  (Gambar 1), hanya 50 remaja yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet. Sedangkan dari 197 remaja usia 16-18 tahun  (Gambar 2) , hanya 65 remaja yang pernah meraba bagian sensitif tubuh remaja di warnet Kabupaten Kudus. Dampak dari sentuhan/ rabaan ini dapat menimbulkan rangsangan seksual dan dapat menjurus ke perilaku selanjutnya. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat perilaku seks bebas di warnet yang tergolong rendah, dimana perilaku seksual paling tinggi adalah perilaku berpegangan tangan (lihat Gambar 1 dan Gambar 2). Tingkat perilaku seksual yang rendah kemungkinan dikarenakan adanya semboyan Kota Kudus yaitu Kudus Kota Santri. Kota Kudus adalah pusat perkembangan agama Islam pada abad pertengahan. Hal ini dapat dilihat dari beradanya tiga makam wali/sunan, yaitu Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Kedu. Oleh karena itu perilaku seksual di dalam warnet dianggap sebagai perilaku tabu dan terikat dosa di kalangan remaja Kudus.
Dampak perilaku seksual tersebut cukup serius yaitu : 1) Perilaku berpegangan tangan memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktifitas seksual lainnya (hingga kepuasan seksual dapat tercapai). 2) Perilaku berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsang seksual (terutama di daerah erogenous). 3) Perilaku mencium pipi dan kening bisa mengakibatkan imajinasi dan fantasi seksual jadi berkembang, selain itu juga dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan ke bentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati. Sedangkan perilaku mencium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual yang hingga tak terkendali. Selain itu juga dapat memudahkan penularan penyakit TBC, hepatitis B, dan penyakit yang ditularkan secara peroral lainnya. 4) Perilaku meraba bagian tubuh yang sensitive akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat, akibatnya bisa menimbulkan aktifitas seksual selanjutnya (cumbuan berat dan intercourse). 5) Perilaku petting dapat menimbulkan ketagihan dan lebih jauhya adalah kehamilan karena cairan pertama yang keluar saat terangsang pada laki-laki sudah mengandung sperma (meski dalam kadar terbatas). Sehingga resiko terkenanya PMS / HIV cukup tinggi apalagi kalau berlanjut ke intercourse. Secara psikologis menimbulkan perasaan cemas dan perasaan bersalah dengan adanya sanksi moral / agama. 6) Perilaku oral seks tidak menyebabkan kehamilan, namun dapat menyebabkan resiko penularan PMS yang tinggi. 7) Perilaku sexual intercourse atau hubungan seksual dapat menimbulkan perasaan  bersalah dan berdosa terutama pada saat pertama kali, ketagihan, kehamilan sehingga terpaksa menikah atau aborsi, kematian, dan kemandulan akibat aborsi, terkena PMS/HIV, sanksi sosial dan agama serta moral, keperawanan dan keperjakaan hilang merusak masa depan (terpaksa drop out sekolah, merusak nama baik pribadi dan keluarga, mengalami konflik menjelang pernikahan (Penelitian Gambaran Perilaku Seksual dengan Orientasi Heteroseksual Mahasiswa Kos di Kecamatan Jatinangor- Sumedang. 2009).

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Perilaku berpegangan tangan, berpelukan, necking, meraba bagian tubuh yang sensitif dan agresif seks merupakan perilaku yang pernah dilakukan sebagian remaja di Kabupaten Kudus. Namun perilaku berpegangan tangan merupakan perilaku seks yang paling banyak dilakukan remaja di warnet baik usia 13-15 tahun maupun remaja usia 16-18 tahun. Jika dibandingkan antara golongan remaja umur 13-15 tahun dan remaja umur 16-18 tahun, kecenderungan berisiko untuk melakukan perilaku seks bebas lebih lanjut mengarah kepada remaja umur 16-18 tahun.
Saran
Remaja di Kabupaten Kudus nampaknya kurang memperhatikan fungsi awal adanya warnet sebagai media untuk mengakses informasi, dan justru digunakan sebagai tempat melakukan perilaku seks. Selain itu remaja cenderung kurang peduli terhadap dampak yang bisa terjadi akibat perilaku seks bebas. Sehingga, partisipasi dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut agar tercipta penerus bangsa yang bermoral dan sehat. Terutama dari penyedia jasa warnet agar lebih memperhatikan desain warnet agar tidak membuka peluang remaja untuk melakukan kegiatan seksual di dalamnya. Selain itu salah satu upaya yang dapat di lakukan dalam bidang kesehatan adalah dengan dilakukannya pendidikan kesehatan mengenai pendidikan seks remaja untuk mengendalikan perilaku seks remaja.

Ucapan Terima Kasih
Terima kasih kepada:
1.      Dinas Pendidikan (Dikti) RI yang telah mendanai penelitian ini
2.      Universitas Negeri Semarang (UNNES) yang menaungi penelitian ini
3.      Lilis Yunani yang ikut serta membantu penelitian ini


Daftar Pustaka

Hidayah, Andi Riza. 2012. Indonesia, 10 Besar Negara Pengakses Situs Porno. Artikel Kompas.http://tekno.kompas.com/read/2012/03/15/16273059/indonesia.10.besar.negara.pengakses.situs.porno. diakses pada tanggal 03 Agustus 2013

 

Hurlock, B,E. 2004. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan), edisi 5 Jakarta: Erlangga

Karimah, Anisaul. 2011. Akademisi: Warnet Picu Seks Bebas.Artikel.http://edisicetak.joglosemar. co/berita/akademisi-warnet-picu-seks-bebas-60684.html. Diakses pada tanggal 09 Maret 2013

Mutiara, W, Komariah, M dan Karwati. Gambaran Perilaku Seksual dengan Orientasi Heteroseksual Mahasiswa di Kecamatan Jatinangor-Sumedang. Jurnal Keperawatan. Bandung. Universitas Padjajaran. Fakultas Ilmu Keperawatan. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/05/gambaran_perilaku_seksual_pada_mahasiswa_kos_di_kec_jatinangor.pdf diakses pada tanggal 14 Mei 2013

Ringkasan riset studi mengenai perilaku seksual kawula muda di empat kota besar di Indonesia. (2005). http://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ss12dkt-1-indonesia.html. diakses
pada 09 Maret 2013-08-03

Saptono, Achmad. 2010. Warnetku Warnet Kita Berdua. Artikel Kompasiana. http://edukasi.kompasiana.com /2010/03/21/warnetku-warnet-kita-berdua-98615.html. diakses pada tanggal 09 Maret 2013

Sarwono, S, W. 2010. Psikologi Remaja (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suntrock, J, W. 2003. Adolesense (Perkembangan Remaja), edisi 6 Jakarta: Erlangga

www.wikipedia.com.Warnet.Artikel. (http://id.wikipedia.org/wiki/Warung_Internet).Diakses pada tanggal 09 Maret 2013


Comments

Popular posts from this blog

TUGAS DAN WEWENANG ORGANISASI SPBU

DAFTAR SMP SE KABUPATEN KUDUS

CONTOH PENERAPAN METODOLOGI EKONOMETRIKA