Immanuel Kant
Kant Perpetual Peace
Immanuel
Kant (1724 - 1804) merupakan salah satu filsuf yang paling berpengaruh dalam
sejarah filsafat Barat. Kontribusinya terhadap metafisik, epistemologi, etika,
dan estetika, mempunyai dampak yang sangat besar pada hampir semua pergerakan
filsafat setelahnya.
Kant
lahir pada di Konigsberg, sebuah kota di Prusia timur. Seluruh riwayat hidup
Kant selanjutnya terpusat di kota tersebut. Kant tidak pernah bepergian lebih
jauh dari lima puluh mil dari kampung halamannya. Meski demikian,
karya-karyanya mempunyai pengaruh yang sangat besar--laiknya revolusi
Copernicus--dalam dunia filsafat. Karya-karyanya yang termasyhur
antara lain: Critique of Pure Reason (1781), Prolegomena to any
future Metaphysics (1783), Foundation of The Metaphysis of Ethics
(1785), Critique of Practical Reason (1788), dan Critique of
Judgement (1790). Di samping itu, Kant juga memberikan kontribusi bagi
hubungan kerjasama internasional lewat karyanya yang berjudul Perpetual Peace (1795). Tesis
central dari karya-karya Kant--bahwa apa yang mungkin diketahui oleh manusia
(tentang realitas) mensyaratkan partisipasi aktif dari pemikiran
manusia--sebenarnya cukup sederhana, tapi detil pada aplikasinya luar biasa
kompleks.
Pemikiran
Kant dalam teori pengetahuan sering disebut sebagai revolusi kantian. Ada dua alasan mengapa
disebut demikian. Pertama, kant mengubah trend filsafat Barat yang sebelumnya
memfokuskan diri pada pertanyaan ontologis (apa itu realitas?) ke fokus yang
lebih epistemologis (bagaimana pengetahuan tentang realitas itu mungkin?).
Kedua, Kant berhasil mensintesakan dua teori pengetahuan yang selama
berabad-abad tidak terjembatani, yaitu antara rasionalisme yang menekankan pada
rasio sebagai sumber pengetahuan, dan empirisme yang menekankan pengalaman
sebagai sumber pengetahuan.
Selanjutnya
dalam Perpetual Peace dikatakan bahwa: jika kita menginginkan perdamaian
kekal (perpetual peace), kita bisa memulainya dengan suatu negara
universal (world state). Namun menurut
Kant hal tersebut tidak mungkin dikarenakan beberapa alasan yaitu :
- Perbedaan bahasa dan agama secara alami memisahkan
negara-negara.
- Jika negara-negara menyerahkan kedaulatannya (di
bawah satu payung besar) maka gagasan 'negara' tidak lagi ada.
- Negara
dunia (world state) pada hakikatnya bersifat lalim.
- Ketidakmungkinan
adanya satu penguasa tunggal yang mengontrol seluruh dunia.
Sehingga kita membutuhkan suatu
federasi dari negara-negara merdeka yang dilandasi hukum internasional. Seluruh
konflik yang terjadi antara negara-negara yang ada, akan diselesaikan melalui
diskusi dan arbitrasi legal. Sebuah federasi internasional bisa dibentuk dengan
aturan-aturan awal (preliminary articles) sebagai berikut:
- Traktat
perdamaian tidak bisa dipegang teguh apabila masih ada kesepakatan tidak
terucap akan adanya perang di masa mendatang.
- Tidak
ada negara merdeka, besar atau kecil, yang berada di bawah kuasa negara
lain.
- Standing
army (miles perpetuus) harus dihapuskan secara total.
- Hutang negara tidak disangkutpautkan dalam hubungan
antarnegara.
- Tidak
ada negara yang mengintervensi konstitusi maupun pemerintahan negara lain.
- Selama
masa perang, tidak ada negara yang melakukan tindakan-tindakan yang
mencerminkan hostility--seperti pembunuhan (percussores),
memata-matai (venefici), pelanggaran kapitulasi, dan dorongan
berkhianat (perduellio) terhadap negara lawan--yang mengakibatkan
kepercayaan bersama terhadap perdamaian setelahnya menjadi mustahil.
Preliminary
articles ini
bertujuan memastikan keamanan negara-negara merdeka dan menghilangkan konflik
di antara mereka. Untuk mengimplementasikan preliminary articles
tersebut, dibutuhkan prasyarat yang termuat dalam definitive articles,
yaitu:
- Konstitusi
dari setiap negara harus Republikan, yang berarti pada parakteknya:
kebebasan bagi tiap anggota dari komunitas, hukum tunggal, seta prinsip
kesetaraan hukum.
- Law
of Nations harus didirikan di atas Federasi
Negara-negara Merdeka.
- Law
of World Citizenship harus dibatasi dan didasarkan
pada kesediaan universal (universal hospitality).
Meskipun
Perpetual Peace tidak masuk dalam deretan karya-karya Kant yang
termasyhur. Namun karya ini disusun pada masa senja hidupnya, di mana pemikiran
Kant sudah lebih matang dibandingkan pada masa-masa sebelumnya.
Comments
Post a Comment